News Admin
Live
wb_sunny

Breaking News

Sekda Perintah Inspektorat untuk penyelidikan kasus dugaan pungli Oknum perawat di Rumah Sakit Zainal Abidin Pagaralam

Sekda Perintah Inspektorat untuk penyelidikan kasus dugaan pungli Oknum perawat di Rumah Sakit Zainal Abidin Pagaralam


Way Kanan.Beraninews.
Adanya dugaan pungli oleh salah satu oknum perawatan di Rumah Sakit Zainal Abidin Pagaralam (ZAPA) yang berinisial BD , ditindak lanjuti langsung oleh Sekdakab Way Kanan Saipul,S.Sos.MIP.  
Menurut Sekdakab Way Kanan bahwa dirinya telah memerintahkan kepada Inspektorat untuk menyelidiki kasus ini sampai dimana kebenaran nya. Hal ini disampaikan nya diruang kerjanya .Senin (6/1).
" Saya sudah perintahkan Inspektorat untuk turun langsung agar melihat dan minta keterangan kepada pihak-pihak terkait tentang kebenaran masalah ini." Ujar Saipul.
"Tersangka juga sudah menghadap kesaya , dia tidak mengakui semua tuduhan itu ." Tambahnya.
Untuk sangsi terhadap BD , " kita tunggu hasil penyidik  dan tidak  bisa gegabah memberikan  sangsi, tapi kalau memang terbukti adanya pungutan kita akan kenakan sangsi sesuai dengan peraturan yang ada." Tutup sekda.
Kasus pungutan liar ini jelaslah bertentangan dengan  Program jaminan persalinan (Jampersal) 
Program melahirkan gratis Kemenkes RI untuk mengurangi angka kematian ibu (AKI) dan juga angka kematian bayi (AKB) di Indonesia bagi masyarakat miskin tidak dipungut biaya .
Tapi oleh salah satu okmun perawat  BD  di RSUD Zainal Abidin Pagar Alam (ZAPA) Way Kanan diminta pungutan biaya , Minggu (5/1).
Untuk mengetahui kebenaran adanya dugaan pungli terhadap pasien Jampersal, wartawan Podiumlampung. com mendatangi rumah pasien (Her Yuli) di Kampung Penengahan, Kecamatan Negeri Agung, Way Kanan.
Dari keterangan adik ipar Her Yuli, Sri Yani, mengatakan, awalnya kakak iparnya melakukan USG pertama di RSUD ZAPA. Kemudian hasilnya dilihat oleh oknum perawat beinisial BD tersebut.
“Apa lagi kita sudah kenal sama beliau setelah ayuk ipar saya USG pada tanggal 17 Nopember 2019 lalu perawat BD menanyakan keadaan Yuli. Saya ceritakan dokter sudah memastikan kalau Yuli harus operasi cesar, karena gak bisa melahirkan secara normal,” ungkapnya.
Selanjutnya, kata Sri, BD menanyakan soal kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) miliknya. Kemudian, ia menjawab belum ada.
“Akhirnya perawat BD menyarankan kami kerumahnya. Karena BD akan mengurus masalah operasi caesar Her Yuli.Akhirnya kami kerumah perawat BD. Dia (BD) minta persyaratan KK sama foto copy KTP,”jelasnya.
“perawat itu juga menjelaskan kalau pakai Jampersal ini untuk operasi cesar separuh harga, misalkan harga umum Rp16-28 juta. Kalau pakai Jampersal berkisar Rp8-14 juta, gitu penjelasannya. Mendengar keterangan perawat itu, kami takut akhirnya kami mengikuti kemauannya,” lanjutnya.
Sri melanjutkan, perawat BD meminta uang senilai Rp 3.000.000 juta rupiah untuk mengurus Jampersal.
Karena persyaratan itu mau diantar keatas bersamaan dengan uang tersebut. Akhirnya, pihaknya memberikan uang Rp 3 juta itu dirumah perawat BD.
Setelah penyerahan uang tersebut, dua hingga tiga hari kemudian, perawat BD menelepon dan menyuruh untuk kerumahnya lagi.
Disana, kata dia, perawat BD meminta tambahan biaya dengan total keseluruhan Rp 6 juta. Karena
dana Rp 3 juta lalu ditolak dari atas dan persyaratannya dipulangkan.
“Dia bilang terserah mau gimana untuk mencukupi dana Rp6 juta itu. Kalau pakai jalur umum Rp28.000.000 juta. mendengar penjelasan itu, kami carilah pinjaman uang Rp3 juta,”jelasnya.
“Setelah dapat pinjaman, kami serahkan uang itu di rumah perawat BD. tetapi cuma diambilnya Rp2 juta saja yang Rp1 jutanya dipulangkan oleh perawat BD. Karena kata perawat itu yang Rp1 jutanya nanti serahkan di rumah sakit untuk nebus anak (bayi),”ucap dia.
“Setelah operasi cesar Perawat BD meminta uang Rp1 juta untuk nebus bayi dengan alasan ruang bayi sama ibunya beda. Mendengar itu, saya kasihlah uang Rp1 juta itu,”ungkapnya.
“Setelah mau pulang Her Yuli ini memasang susuk KB yang biasanyakan gratis dari rumah sakit. tapi sama perawat BD disuruh bayar, lalu saya tanya sama bidan lainnya mereka bilang juga gratis. Akhirnya saya bilang sama perawat BD, bu dari rumah sakit gratis masang susuk KB, kok ibu bilang bayar,” bebernya.
Mendengar hal itu, kata Sri, perawat BD marah-marah dan mengatakan bahwa tidak ada yang gratis.
“Saya beli di apotik susuknya. Kamu itu pakai Jampersal apasih kekuatan Jampersal, apa lagi itu cuma tandatangan pak lurah. Apa kekuatannya emang pak lurah yang menggaji kami. Malau BPJS kami dapat uang dari pemerintah sana, gitu kata perawat BD,” kata Sri menirukan ucapan BD.
Akhirnya bidan BD minta bayar untuk masang susuk KB berserta biaya-biaya lainnya Rp3,5 juta. “Tapi kami gak ada uang segitu dan kami bayar Rp2,5 juta pas harian mau pulang jadi total uang yang kami serahkan kepada bidan BD Rp7,5 juta,” paparnya.
Ia berharap adanya keadilan dari pemerintah terkait permasalahan tersebut.
Karena, ia menceritakan, orang tua Yuli seorang janda dan Her Yuli sendiri mengalami cacat fisik dengan tidak normalnya kondisi tangan dan kaki di sebelah kanan.
Senentara sang suami Heri Yuli, kata dia, pekerjaannya tidak menentu. “Yang lebih sakit lagi uang yang mereka pinjam dari orang sebesar Rp7,5 juta itu uang bungaan. Kami berharap uang itu dapat dikembalikan dan kami juga tidak tau kalau Jampersal itu gratis” harapnya.
Sementara itu, perawat BD ditemui ditempat prakteknya, membantah semua tuduhan dari keluarga pasien Heri Yuli.
“Itu semuanya bohong saya disitu benar-benar membantu dan tidak ada yang saya pungut biaya sepeserpun. Apa buktinya saya telah mengambil atau meminta uang kepada keluarga pasien,” singkatnya.(TIM)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Posting Komentar