FM OTM LAMBAR TERIMA KIP “BODONG”
Lampung Barat, BERANI NEWS.
Sejumlah warga miskin di Kabupaten Lampung Barat menerima Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang “bodong”. Disebut bodong oleh penerima sebab meski memiliki kartu program perlindungan sosial, para pemilik kartu tidak pernah menerima dana program dimaksud.
Kondisi ini diduga kuat diakibatkan buruknya Data Terpadu Penanganan Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu (DTP FMOTM) yang dijadikan dasar untuk menetapkan keluarga penerima manfaat dalam program perlindungan sosial yang merupakan nawa cita Presiden Jokowi. Selain ditemukan kartu bodong, pada sejumlah desa di Lambar juga banyak ditemukan kasus inclusion error (menetapkan orang yang tidak layak sebagai penerima manfaat) serta exclusion error (tidak menetapkan orang yang layak sebagai penerima manfaat).
Apa yang dialami Keluarga Selamet Bahagia di Dusun Bangun Jaya, Desa Hanakau, Kecamatan Sukau, Kabupaten Lampung Barat, merupakan sebuah ironi. Sejak tahun lalu, Zaski Andika Pratama, putra sulung keluarga ini yang duduk di bangku SD kelas 2 dinyatakan menjadi penerima manfaat Program Indonesia Pintar (PIP). Namun, nama yang tercantum dalam Kartu Indonesia Pintar (KIP) tersebut bukan nama Zaski, melainkan tertulis nama Jasmi yang adalah ibu kandung Zaski. Akibatnya, sejak diterima pada 2018 silam, KIP tersebut tidak pernah bisa diuangkan. Maka, meski mengantongi KIP asli, Zaski tak pernah menikmati dana PIP.
Zaski, siswa kelas dua SD yang menerima KIP “bodong”
Jasmi mengaku telah melaporkan kesalahan ini kepada aparat desa. Namun tidak ditanggapi. Hingga detik ini, kondisi tersebut tidak juga dibenahi oleh pihak berwenang.
Serupa tapi tak sama dengan derita keluarga Selamet Bahagia, keluarga Dedi Haryadi yang tinggal di Dusun Wayheni, Pekon Hanakau, Kecamatan Sukau, juga mengalami ironi KIP yang tak pernah bisa diuangkan.
Menurut Mufiroh, istri Dedi Haryadi, sejak masih di bangku es de, putra mereka Riyadi Jamaludin telah mengantongi KIP. Namun tidak pernah bisa diuangkan dengan dalih nama putranya tidak ada dalam daftar penerima PIP yang dikeluarkan pihak SDN 3 Hanakau. Padahal, Riyadi Jamaludin jelas-jelas memiliki KIP dan jelas-jelas merupakan warga miskin.
Menurut Mufiroh, istri Dedi Haryadi, sejak masih di bangku es de, putra mereka Riyadi Jamaludin telah mengantongi KIP. Namun tidak pernah bisa diuangkan dengan dalih nama putranya tidak ada dalam daftar penerima PIP yang dikeluarkan pihak SDN 3 Hanakau. Padahal, Riyadi Jamaludin jelas-jelas memiliki KIP dan jelas-jelas merupakan warga miskin.
Bukan hanya menerima “Kartu IP bodong”, sejumlah FM OTM di Kecamatan Balik Bukit dan Kecamatan Sukau diduga kuat menjadi korban exclusion error (tidak ditetapkan sebagai penerima manfaat meskipun eligible) yang dilakukan Dinas Sosial Lambar.
Pasal sejumlah keluarga yang jelas-jelas masuk kategori miskin tidak masuk BDT FMOTM. Ada puluhan warga miskin di Pekon Hanakau dan Pekon Padangcahya yang tidak masuk BDT FMOTM.
Pasal sejumlah keluarga yang jelas-jelas masuk kategori miskin tidak masuk BDT FMOTM. Ada puluhan warga miskin di Pekon Hanakau dan Pekon Padangcahya yang tidak masuk BDT FMOTM.
Penuh harapan, Mufiroh, ibu kandung dari Riyadi Jamaludin, mengisahkan KIP milik putranya yang tak bisa diuangkan.
Selain melakukan exclusion error, Dinas Sosial Lampung Barat diduga kuat melakukan inclusion error yang parah. Pasalnya, ratusan warga yang ineligible (tidak memenuhi syarat menjadi penerima manfaat program perlindungan sosial) justru masuk BDT FMOTM dan menerima semua jenis program pengentasan kemiskinan.
Satu buktinya adalah keluarga Adnan di Dusun Limaukunci, Pekon Padang Cahya, Kecamatan Balik Bukit. Fakta bahwa keluarga ini masuk BDT FMOTM Dinsos Lambar sungguh aneh mengingat keluarga ini secara kasat mata jelas-jelas merupakan keluarga mampu.
Kenyataannya Adnan merupakan pebisnis yakni pedagang pengepul kopi, sedangkan istrinya memiliki usaha warung sembako. Keluarga ini juga menghuni rumah yang cukup mewah dan memiliki tiga ranmor serta barang-barang berharga lainnya. Kontras jika dibandingkan dengan puluhan warga miskin yang tidak masuk BDT FMOTM.
Kenyataannya Adnan merupakan pebisnis yakni pedagang pengepul kopi, sedangkan istrinya memiliki usaha warung sembako. Keluarga ini juga menghuni rumah yang cukup mewah dan memiliki tiga ranmor serta barang-barang berharga lainnya. Kontras jika dibandingkan dengan puluhan warga miskin yang tidak masuk BDT FMOTM.
Lilis, istri Adnan, memastikan keluarga mereka menerima berbagai program perlindungan sosial dari pemerintah seraya menunjukkan berbagai jenis kartu program. Rinciannya, Program Indonesia Pintar (PIP) untuk putra mereka yang duduk di bangku SMK, Beras untuk Rakyat Sejahtera (Rastra), Program Keluarga Harapan (PKH), Program Indonesia Sehat (PIS) dan sejumlah program lainnya.
Inilah rumah kediaman Mufiroh, gakin yang mengantongi KIP bodong.
Selain Adnan di Limau Kunci, keluarga Sariban di Dusun Wayheni, Desa Hanakau juga merupakan contoh inclusion error parah yang dilakukan Dinas Sosial setempat.
Sariban yang menjabat kadus tetap masuk BDT FMOTM dan menerima berbagai program perlindungan sosial meskipun secara kasat mata bisa terlihat adalah orang kaya. Kondisi ini jelas kontras jika dibandingkan dengan apa yang dialami keluarga Selamet Bahagia dan Keluarga Dedi Haryadi yang satu desa dengan Sariban.
Tak berlebihan kiranya jika nawa cita Presiden Joko Widodo yang memuat perlindungan sosial bagi FMOTM dianggap sepi oleh warga miskin. Faktanya Nawa Cita tinggal sebagai slogan sedangkan praktik pengentasan kemiskinan diselenggarakan dengan cara yang penuh tipu daya dan muslihat.
Sungguh disayangkan mengingat dana perlindungan sosial yang diwujudkan dalam bentuk berbagai program sangat besar jumlahnya dan menguras uang rakyat baik dalam APBN maupun APBD. (Daniel Ngantung)
Sungguh disayangkan mengingat dana perlindungan sosial yang diwujudkan dalam bentuk berbagai program sangat besar jumlahnya dan menguras uang rakyat baik dalam APBN maupun APBD. (Daniel Ngantung)
Posting Komentar